KOPPINEWS.ID, Kupang – Aliansi Solidaritas Besipae (ASAB) menggelar aksi demonstrasi damai, menuntut Gubernur Viktor B. Laiskodat (VBL) dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk selesaikan konflik tanah di Besipae secara adil, Jumat, 28 Oktober 2022 siang.
Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, bahwa prahara konflik tanah di Besipae kembali memanas, ini bermula sejak 30 September 2022 lalu, ada alat berat yang turun ke lokasi Besipae untuk melakukan pembersihan dan hendak mendirikan kandang ternak sapi sebanyak 14 kandang.
Tidak hanya itu, Jumat 21 Oktober 2022 sekurangnya ada 19 rumah milik warga yang digusur oleh Pemprov NTT, hal ini mengakibatkan warga terlantar, tidak ada lagi tempat untuk mereka bernaung agar terhindar dari teriknya matahari, derasnya hujan dan dinginnya angin malam yang terhembus dari dalam hutam rimba raya Besipae.
Karena itu, Aliansi Solidaritas Besipae (ASAB) yang meliputi sejumlah ormas dan organisasi kemahasiswaan seperti WALHI NTT, FMN Cabang Kupang, PMKRI Cabang Kupang, GMNI Cabang Kupang, LMND Cabang Kupang, IPMASTIM Kupang, BEMNUS NTT, AMPERA MBD, OPSI NTT, ITAPKK, PERMALBAR Kupang, dan empat orang masyarakat dari Besipae turun ke jalan dan menggeruduk kantor Gubernur dan DPRD Provinsi NTT.
Aksi yang digelar ASAB kali ini, long march dari pasar Impres sekira dimulai sejak pukul 10.00 Wita, massa aksi kemudian menuju ke Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur, massa aksi berjumlah kurang lebih seratus orang.
Di depan Kantor Gubernur, seorang orator “Imanuel” yang adalah masyarakat dari Besipae, ia menegaskan bahwa Gubernur VBL jangan mengaku sebagai profesor preman jikalau tidak menemui massa aksi.
“Gubernur VBL harus sadari bahwa negara ini ada karena ada rakyat, pemerintah dibentuk untuk melayani rakyat, negara ini ada bukan karena ada sapi dan untuk melayani sapi. Gubernur Viktor hentikan penindasan di Besipae, mohon buka ruang diskusi dan mari selesaikan konflik ini secara adil, jangan mengaku sebagai profesor preman jikalau tidak berani menemui massa aksi,” tegas Imanuel.
Tandas “Nikodemus Manao” yang juga masyarakat Besipae, ia mengatakan bahwa, Bapak VBL terhormat masih ingat saya? Ketahuilah bahwa saya adalah tim sukses saudara saat suksesi Pilgub kemarin, lantas hari ini saudara menindas saya dan sejumlah masyarakat di Besipae.
“Bapak VBL terhormat, masih ingatkah akan nama Nikodemus Manao? Saya adalah tim sukses saudara saat suksesi Pilgub kemarin, lantas hari ini saudara menindas saya dan sejumlah masyarakat di Besipae, inikah balasan terindah dari saudara? Jikalau Pemprov NTT mengantongi sertifikat tanah di Besipae, maka tunjukan sertifikat itu, masihkah kami diberikan hak untuk duduki tanah Besipae? Jika tidak, kami akan tinggal di mana? Bukankah saya dan semua masyarakat di Besipae termasuk masyarakat yang sedang saudara pimpin? Kami harus mengadu ke siapa jika bukan kepada saudara yang adalah Gubernur NTT, ketahuilah bahwa seorang pemimpin harus mampu melayani, tidak justru menindas rakyatmu sendiri”, pinta Nikodemus dengan nada kesal.
Sementara itu, Koordinator Umum ASAB “Fadly Anentong” mengatakan, “wajah fasisme negara menyata dalam dua tahun terakhir di Besipae, Kec. Amanuban Selatan, Kab. Timor Tengah Selatan, NTT. Hutan kio (red) yang sesungguhnya milik masyarakat adat setempat, kini kembali diklaim secara sepihak oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, pemukiman masyarakat adat digusur, diusir dari tanahnya, perempuan dan anak – anak dianiaya hingga mereka hidup telantar”.
Lanjut mantan ketua FMN Cabang Kupang itu, “Sejak proyek investasi masuk di Besipae 1982 silam, masyarakat adat dan sekitarnya tidak mendapatkan hasil langsung dari sekian jenis investasi yang dikembangkan oleh pemerintah provinsi, mulai dari Intensifikasi Peternakan Bibit Sapi Unggul, program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan (GERHAN) yang justru membabat hutan Besipae seluas 1050 ha, sampai dengan program Penanaman Kelor dan Jagung.
“Puluhan orang telah dipukul, anak – anak dan perempuan diteror, lelaki dikriminalisasi sampai kehilangan mata pencaharian karena terus menerus tidak mendapatkan kepastian atas tanahnya”, tutur Fadly.
Atas dasar itu, Aliansi Solidaritas Besipae (ASAB) menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Menuntut pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengidentifikasi batas – batas lahan Besipae seluas 3.780 m2.
2. Menyelesaikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemprov Nusa Tenggara Timur melalui aparat kepolisian dan Polisi Pamong Praja terhadap masyarakat Besipae.
3. Menghentikan seluruh aktivitas Pemprov NTT di Besipae sebelum ada penyelesaian konflik agraria.
4. Kembalikan tanah adat rakyat Besipae.
5. Menuntut Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memenuhi hak atas pendidikan bagi anak – anak di Besipae yang terbengkalai akibat konflik.
6. Jalankan reforma agraria sejati.
Diketahui, massa aksi tidak berhasil beraudience dengan Gubernur VBL, begitu pula di Kantor DPRD Provinsi NTT tidak satu pun anggota dewan terhormat yang menemui massa aksi, menurut informasi yang disampaikan oleh salah seorang ASN yang bertugas di rumah rakyat itu, bahwa semua anggota dewan sedang ada tugas keluar kota.
Koordinator Umum ASAB “Fadly” menduga bahwa Gubernur VBL Lari karena tidak mampu menjelaskan posisi duduk konflik ini.
“Saya menduga bahwa Gubernur VBL lari karena tidak mampu menjelaskan posisi duduk konflik ini, begitu pula anggota dewan terhormat, tidak mau mendengar aspirasi rakyat yang adalah konstituen mereka yang tengah ditindas oleh Pemprov NTT. Kami atas nama ASAB akan kembali turun ke jalan dengan massa aksi yang lebih banyak jikalau Gubernur VBL dan anggota DPRD Provinsi NTT tidak mengindahkan sejumlah poin tuntutan sebagaimana yang telah kami sampaikan”, tutup Fadly dengan tegas.
Oleh : Isidorus Andi