KOPPINEWS.ID, Kupang – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang St. Fransiskus Xaverius merespons proyek Geothermal di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kini tengah dipaksakan.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2017 menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, adapun jumlah titik sebaran terdiri atas 16 titik, hal itu termuat dalam surat keputusan Nomor 2268 K/30/MEM/2017. Wae Sano adalah salah satu titik dari 16 titik itu.
Setelah dilakukan survei lapangan (eksplorasi) yang awalnya pemerintah memberikan kepercayaan kepada PT. SMI (Sarana Multi Infrastruktur) kemudian dialihkan ke PT. Geo Dipa Energi untuk mengurus proyek Geothermal itu.
Sampai hari ini terus mendapat perlawanan dari masyarakat setempat yang terdiri dari tiga anak kampung, yaitu Kampung Nunang, Dasak dan Lempe, sejak awal masyarakat setempat menolak proyek itu, karena diduga kuat akan merusak lingkungan hidup, kesehatan terancam dan terganggunya tatanan sosial.
Pada tanggal 08 November 2022, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah mengeluarkan surat pemberitahuan dan undangan kepada masyarakat Wae Sano untuk melakukan pertemuan koordinasi di tingkat masyarakat Desa Wae Sano tentang rencana pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan proyek Geothermal dan informasi tentang titik pengeboran di Wellpad A.
Surat yang dibuat oleh Pemkab MABAR itu, selain untuk rapat koordinasi, juga bertujuan untuk pembentukan panitia pengaduan tingkat kampung. Panitia pengaduan tingkat kampung itu tentu nantinya bertugas sebagai jembatan antara masyarakat dan pihak manajemen proyek Panas Bumi Wae Sano dalam menyampaikan keluhan, saran dan berbagai pertanyaan terkait dengan proyek pengembangan panas Bumi Wae Sano.
Sementara itu, pada hari Selasa, 15 November 2022 di aula kantor Desa Wae Sano saat pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, tim komite bersama dan perwakilan pihak perusahaan, Yosep Erwin Rahmat salah seorang tokoh masyarakat adat kampung Nunang mengatakan bahwa dirinya bersama semua masyarakat penolak tetap konsisten. Terkonfirmasi via WhatsApp dengan awak media ini.
“Kehadiran kami pagi ini hanya untuk mempertegas kembali sikap penolakan kami yang sudah sering kali disuarakan tetapi sampai hari ini belum mendapatkan respons yang baik dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, justru kami merasa ditekan dengan berbagai cara yang selama ini dilakukan oleh Pemkab MABAR, Tetapi itu semua sama sekali tidak membuat kami goyah, kami tetap konsisten dengan sikap kami, pada prinsipnya kami akan tetap menolak, apapun cara yang dibuat oleh Pemkab MABAR, PT. Geo Dipa Energi maupun Bank Dunia”, tegas Yosep Erwin.
Menanggapi hal ini, Marianus Humau yang akrab disapa Mone selaku Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang St. Fransiskus Xaverius angkat bicara.
“Saya mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat untuk tidak boleh memaksa kehendak kepada warga Wae Sano dengan berbagai cara atau metode apapun itu”, tegas Mone.
“Bagi PMKRI Cabang Kupang, bahwa tujuan pembentukan panitia pengaduan tingkat kampung merupakan upaya Pemkab MABAR untuk membatasi hak demokrasi warga Wae Sano serta mempersulit alur pengaduan dasar penolakan warga setempat”, terang Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang.
Selain itu juga, PMKRI Cabang Kupang menilai pembentukan panitia pengaduan tingkat kampung merupakan sebuah kecacatan dalam berpikir yang dialami oleh Pemkab MABAR.
“Hemat saya, pembentukan panitia pengaduan tingkat kampung itu merupakan sebuah kecacatan dalam berpikir yang dialami oleh Pemkab MABAR, mengapa? karena itu bukan sebuah solusi dalam menjawab tuntutan penolakan warga”, tutur Mone.
Lanjut Mone, “mestinya yang perlu dipahami dan ditindaklanjuti oleh Pemkab MABAR adalah dasar – dasar penolakan warga yang selama ini terus disuarakan baik dalam bentuk audience, aksi demonstrasi dan berbagai surat penolakan”.
Ia juga mendesak Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM untuk mencabut kembali surat keputusan penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
“Saya mendesak Pemerintah Pusat dalam hal ini melalui Kementerian ESDM untuk mencabut kembali surat keputusan penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi karena tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat”, tegas pria asal Kabupaten Kupang itu.
Lanjutnya, “Upaya pembiaran oleh pihak Kementerian ESDM di tengah penolakan masyarakat, menunjukkan bahwa negara tidak begitu mempertimbangkan persoalan kemanusiaan di atas keinginan investasi. Bagi PMKRI Cabang Kupang itu merupakan sebuah kekeliruan dan kesalahan yang sangat besar”.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang juga mengatakan, Kementerian ESDM jangan memelihara konflik di atas kepentingan investasi.
“Kementerian ESDM harus mencabut kembali kebijakan ini, karena kurang lebih selama lima tahun terakhir, kebijakan ini telah menjadi konflik di tengah kehidupan bermasyarakat di Desa Wae Sano dan hingga kini belum berakhir. Artinya pihak Kementerian ESDM jangan memelihara konflik di atas kepentingan investasi”, tegas Mone.
Tidak hanya itu, ia juga meminta kepada Kementerian ESDM agar segera cabut izin pihak ketiga untuk melakukan kegiatan apapun itu.
“Saya meminta Kementerian ESDM agar segera cabut izin pihak ketiga untuk melakukan kegiatan apapun itu, manakala tidak segera dicabut maka saya menyimpulkan bahwa Kementerian ESDM dianggap sebagai pemicu konflik, karena kebijakan itu telah membuat konflik yang berkepanjangan di tengah kehidupan bermasyarakat di Desa Wae Sano”, tutup Marianus Humau (Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang).***
Oleh : Isidorus AndiOo