Bangka Selatan, KOPPINEWS.ID – Kisah pilu di balik hutan basah Sungai Nyire kembali menjadi sorotan publik. kini masyarakat setempat dirundung kegelisahan lantaran maraknya aktivitas pembabatan hutan secara liar yang tak kunjung reda. Selasa (27/02/2024).
Berdasarkan pantauan awak media di lapangan, Kayu-kayu yang merayap di sepanjang aliran sungai seperti cerminan kesedihan akan nasib mereka yang tercabik dari tempat asalnya. Masyarakat sekitar pun terus meradang hingga dihantui oleh ketidakpastian akan masa depan lingkungan hidup mereka kelak.
Pantas saja beberapa bulan yang lalu didaerah tersebut pernah terjadi musibah akibat terkaman buaya, bisa di disimpulkan binatang saja tak bersahabat jika alam di rusak secara liar oleh tangan-tangan jahil.
Namun, di balik kekacauan tersebut, muncul pertanyaan yang menggelitik: apakah kegiatan ini benar-benar dilakukan secara legal atau sebalik nya ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, awak media melakukan penelusuran lebih lanjut. Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, kami mengetahui bahwa aktivitas penebangan yang terjadi di kawasan hutan Sungai Nyire perbatasan antara desa Pergam kecamatan Air Gegas dan desa Serdang kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan memang tengah menjadi perhatian serius.
Selama berabad-abad, hutan-hutan telah menjadi penjaga kekayaan alam, Namun kini di antara keindahannya, terselip pula tragedi pengrusakan lingkungan.
Hutan Sungai Nyireh, dengan segala pesonanya, menjadi saksi bisu akan peristiwa misterius yang meresahkan masyarakat setempat.
Jejak keberadaan kayu-kayu yang tergeletak hanyut di aliran Sungai Nyireh. Menjadi sebuah pernyataan untuk menguak misteri yang tersembunyi di dalam dedaunan. Apakah kayu-kayu tersebut hasil pembalakan ilegal yang merajalela, ataukah ada legalitas yang tersembunyi di balik bayangan malam kemudian mau dikemanakan kayu-kayu tersebut?
“Sudah dua minggu lebih kayu-kayu itu mengapung di sini. Hasil mancing pun tidak seperti dulu. Sekarang sudah susah untuk mencari Ikan Baong, Udang dan ikan lainnya,” ujar Supri, seorang pemancing.
“Kami khawatir dengan dampaknya jika hujan lebat turun, sungai ini bisa meluap dan membawa kayu-kayu itu ke pemukiman kami.” ungkap Supri.
Kekhawatiran akan bahaya banjir dan dampak negatif terhadap ekosistem setempat menjadi sorotan utama dalam suara masyarakat. Mereka mengharapkan kejelasan akan legalitas kegiatan yang terjadi di hutan tersebut.
Tak dapat dipungkiri, dampak terhadap lingkungan dan masyarakat kedepan dari penebangan liar ini sangatlah merugikan. Tidak hanya bagi lingkungan hidup yang menjadi habitat berbagai spesies, tetapi juga bagi masyarakat sekitar yang notabene nya bergantung pada kelestarian hutan yang mana daerah resapan sumber air untuk sawah Limus Serdang, Pergam bagi kehidupan mereka.
Salah satu warga setempat, Ibu Fat, mengungkapkan kekhawatiran yang sama terhadap akibat penebangan hutan secara besar-besaran yang ditimbulkan oleh penumpukan kayu di sepanjang aliran sungai.
“Ketika musim hujan tiba, kami selalu was-was akan kemungkinan banjir karena kayu-kayu yang menumpuk dapat menghambat aliran sungai dan apabila musim kemarau sawah Limus, Serdang dan Pergam juga akan terkena dampak kekeringan yang akan melanda,” ujarnya dengan nada cemas.
Diperlukan tindakan konkret dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk melindungi sumber daya alam yang semakin menipis ini. Semoga, dengan kerja keras dan kesadaran bersama, kita dapat menjaga keindahan alam untuk generasi-generasi mendatang.
(Sy)